Saturday, March 28, 2009

Kenali Ulama Banjar lagi.. : Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari. Ulamak Sufi dari Banjar



Dalam deretan ulama Banjar, nama Muhammad Nafis al-Banjari tak kalah masyhur dibanding Muhammad Arsyad al-Banjari. Kalau Muhammad Arsyad dikenal sebagai ahli syariat, maka Muhammad Nafis dikenal sebagai pakar ilmu kalam dan tasawuf. Dengan keilmuannya, ia berhasil menorehkan prestasi sebagai salah seorang ulama terkemuka Nusantara.

Dialah pengarang “Durr Al-Nafis”, kitab berbahasa Jawi yang dicetak berulang-ulang di Timur Tengah dan Nusantara, yang masih dibaca sampai sekarang. Dia berada dalam urutan kedua setelah Muhammad Arsyad Al-Banjari dari segi pengaruhnya atas kaum muslimin di Kalimantan. Apa yang yang harus dilakukan kaum muslimin agar memperoleh kemajuan dalam hidup? Mengapa Belanda melarang kitabnya beredar di Indonesia?

Syeikh Muhammad Nafis Al-Banjari bin Idris bin Husien, lahir sekitar tahun 1148 H./1735 M.,di Kota Martapura Kalimantan Selatan, dari keluarga bangsawan atau kesultanan Banjar, silsilah dan keturunanya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M.) Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam sebelumnya bernama Pangeran Samudera.

Silsilah lengkapnya adalah: Muhammad Nafis bin Idris bin Husien bin Ratu Kasuma Yoeda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahlillah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah. Muhammad Nafis hidup pada periode sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Jika Arsyad meninggal tahun 1227/1812, Nafis belum diketahui tahun wafatnya. Yang kita ketahui, peristirahatan terakhir beliau di Mahar Kuning Desa Bintaru, sekarang menjadi bagian Kelua Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, sekitar 125 kilometer dari Banjarmasin. Tidak ada catatan pasti tahun pergi menuntut ilmu ke tanah suci Makkah. Diperkirakan ia pergi menimba ilmu pada usia dini sangat muda, sesudah mendapat pendidikan dasar-dasar agama Islam di kota kelahirannya Martapura.

Sebagian ahli berpendapat, masa belajar Muhammad Nafis tak jauh dari masa Muhammad Arsyad al-Banjari. Bahkan, para masyasyikh-nya juga kebanyakan sama, yakni Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Madani, Muhammad al-Jauhari, Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi al-Mishry (syekh al-Azhar sejak 1207 H/ 1794 M), Muhammad Shiddiq bin Umar Khan (murid al-Sammani) dan Abdurrahman bin Abdul Aziz al-Maghribi.

Dari para gurunya itu, Muhammad Nafis banyak belajar tasawuf. Sekian lama ia mematangkan pengetahuan dan lelaku tasawufnya sampai ia diberi gelar kehormatan “Syekh Mursyid.” Dengan gelar itu, ia beroleh ijazah untuk mengajarkan dan membimbing ilmu tasawuf kepada orang lain. Pencapaian itu tentunya tak mudah dan instan, tapi membutuhkan waktu latihan dan perenungan yang sangat lama.

Sekian lama berada di Mekkah, ia akhirnya kembali ke Nusantara, diperkirakan pada 1210 H/1795. Saat itu, yang memerintah di Banjar adalah Sultan Tahmidillah (Raja Islam Banjar XVI, 1778-1808 M). Tapi, karena Nafis tak suka dekat dengan kekuasaan, ia memilih meninggalkan Banjar dan berhijrah ke Pakulat, Kelua, sebuah daerah yang terletak sekitar 125 km dari Banjarmasin. Alasan lain adalah perkembangan Islam di daerah sekitar Martapura dan Banjar sudah ditangani oleh Syekh Muhammad Arsyad.

Sedang daerah Kelua, termasuk daerah pedalaman, masih belum terjangkau oleh dakwah Islamiyah ulama Banjar. Dengan gigih, Muhammad Nafis mengenalkan Islam di sana. Berkat kegigihannya, daerah itu kemudian menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Kalimantan Selatan. Juga menjadi daerah yang turut melahirkan para pejuang anti-Belanda.

Dalam berdakwah, Muhammad Nafis dikenal sebagai sosok pengembang tasawuf yang andal. Meski di Banjar saat itu terjadi pertentangan antara kubu Muhammad Arsyad dengan Syekh Abdul Hamid Abulung yang didakwa sebagai pengembang wujudiyyah, dakwah tasawuf ala Muhammad Nafis berlangsung dengan lancar dan damai. Ini tak lepas dari corak tasawuf yang diusungnya, yakni “merukunkan” tasawuf sunni dan falsafi yang diposisikan secara diametral.

Ia juga tampak tak terikat dengan satu tarekat secara total. Shingga, menurut pengakuannya sendiri, ia adalah pengikut tarekat Qadariyah, Syathariyah, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, dan Sammaniyah. Keikutsertaan Muhammad Nafis dalam ragam tarekat Mu’tabarah itu seolah menunjukkan bahwa suluk menuju Tuhan bisa dilakukan lewat berbagai jalan, tak hanya mengandalkan satu jalan saja. Juga menunjukkan betapa pengetahuan tasawuf Muhammad Nafis sangatlah mendalam.

Ciri khas ajaran tasawuf Muhammad Nafis adalah semangat aktivisme yang kuat, bukan sikap pasrah. Ia dengan gamblang menekankan transendensi mutlak dan keesaan Tuhan sembari menolak determinisme fatalistik yang bertentangan dengan kehendak bebas. Menurutnya, kaum muslim harus aktif berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik, bukan hanya berdiam diri dan pasrah pada nasib.

Sebab itulah, ajaran tasawuf ala Muhammad Nafis turut membangkitkan semangat masyarakat Banjar untuk berjuang lepas dari penjajah. Malah, konon, setelah membaca kitab karangannya, orang menjadi tak takut mati. Situasi ini jelas membahayakan Belanda karena akan mengobarkan jihad. Tak heran kalau kemudian berbagai intrik dilakukan oleh Belanda untuk menghentikan ajaran Muhammad Nafis, mulai dari kontroversi ajaran sampai pelarangan. Namun, dakwah Muhammad Nafis terus berlanjut sampai ia wafat.

Islamisasi di Kalimantan

Bebeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad Nafis mencemplungkan dirinya dalam usaha penyebarluasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan menyebarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.

Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab.

Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara. Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orang-orang Melayu. Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah syahadat. Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan. Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.

Daya Spiritual dan Kewajiban Syari’at

Tak banyak karya yang ditinggalkannya. Namun, karya-karyanya senantiasa menjadi rujukan, tak hanya bagi kaum muslim Nusantara, tapi juga mancanegara. Di antara kitabnya adalah al-Durr al-Nafs. Nama kitab “Durr Al-Nafis” sesungguhnya amatlah panjang. Lengkapnya, kitab yang ditulis di Makkah pada 1200/1785 ini: “Durr Al-Nafis fi Bayan Wahdat Al-Af’al Al-Asma’ wa Al-Shifat wa Al-Dzat Al-Taqdis”. Kitab ini berkali-kali dicetak di Kairo oleh Dar Al-Thaba’ah (1347/1928) dan oleh Musthafa Al-Halabi (1362/1943), di Makkah oleh Mathba’at Al-Karim Al-Islamiyah (1323/1905), dan di berbagai tempat di Nusantara. Kitab ini menggunakan bahasa Jawi, sehingga dapat dibaca oleh orang-orang yang tidak faham bahasa Arab.

Seperti diungkapkan Azyumardi Azra, dalam kitabnya itu, Muhammad Nafis dengan sadar berusaha mendamaikan tradisi Al-Ghazali dan tradisi Ibn ‘Arabi. Dalam karyanya ini, di samping menggunakan ajaran-ajaran lisan dari para gurunya, Nafis merujuk pada karya-karya “Futuhat Al-Makkiyah” dan “Fusushl-Hikam” dari Ibn ‘Arabi, “Hikam” (Ibn Atha’illah), “Insan Al-Kamil” (Al-Jilli), “Ihya’ ‘Ulumiddin” dan “Minhaj Al-‘Abidin (Al-Ghazali), “Risalat Al-Qusyairiyyah” (Al-Qusyairi), “Jawahir wa Al-Durar” (Al-Sya’rani), “Mukhtashar Al-Tuhfat al-Mursalah” (‘Abdullah bin Ibrahim Al-Murghani), dan “Manhat Al-Muhaammadiyah” karya Al-Sammani.

Kitab itu membicarakan sufisme dan tauhid, menjelaskan maqam-maqam perjalanan (suluk) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Al-Durr al-Nafs ditulis atas permintaan sahabat-sahabatnya ketika berada di Mekkah. Menurut penuturannya, ia menulis kitab itu untuk menyelamatkan para salik (perambah jalan Tuhan) dari syirik khafi dan penyakit riya’ yang umum menghinggapi umat muslim. Kitab itu ditulis dalam bahasa Melayu Arab untuk memudahkan umat membaca dan memahaminya. Karena mutu dan ajarannya yang tinggi, kitab itu dicetak berkali-kali, baik di dalam maupun luar negeri.

Sebagai penganjur aktivisme-sufistik, kontribusi Muhammad Nafis al-Banjari dalam membangun Islam di Banjar sangatlah besar. Tak aneh kalau kemudian ia diberi gelar Maulana al-Allamah al-Fahhamah al-Mursyid ila Tariq as-Salamah (Yang mulia, berilmu tinggi, terhormat, pembimbing ke jalan kebenaran) sebagai bentuk penghormatan masyarakat atas jasa-jasanya. Menimbang pencapaian dan prestasinya, gelar itu memang tak berlebihan baginya.

Bagi generasi muda masa kini, kita berharap saatnya untuk mengenang kembali, kemudian menghargai dan meneruskan cita-cita dan perjuangan Muhammad Nafis al-Banjari dalam konteks kekinian. Selain itu, menelusuri jejak-jejak sejarah beliau mampu merekatkan kembali jalinan psikologis dan spiritual dari sang ulama tersebut. Dari peran beliau kita dapat mengetahui akar-akar pemikiran, akar-akar perjuangan, serta pengaruh yang muncul dalam fenomena kebangsaan kita. Sehingga paparan ini dapat memberikan gambaran utuh mata rantai perjuangan tokoh-tokoh Islam dulu, kini dan esok.

Gambaran tersebut akan sangat berarti bagi individu-individu yang ingin mempelajari dan menelaah kembali jaringan ulama Kalimantan yang mempersembahkan dedikasi dan loyalitasnya untuk pembangunan bangsa.

Saturday, March 21, 2009

Majlis Silaturrahim Pondok SeMalaysia Ke-3


MAJLIS SILATURRAHIM PONDOK SEMALAYSIA KALI KE-3
Tarikh : 28 -29 Rabiul Awwal 1430H bersamaan 25 – 26 Mac 2009M ( Rabu & Khamis )

Tempat : Madrasah Darul Muhajirin, Bukit Jong, Kuala Terengganu

Penganjur : ITMAM dan Madrasah Darul Muhajirin

Pengisian Program :

HARI PERTAMA : Rabu 28 Rabiul Awwal 1430H / 25 Mac 2009M


Pengajian 1 & 2 : Kitab Bekalan Akhirat Oleh Tuan Guru Hj Fahmi Zam Zam

Masa : 9.00 – 11.00 pagi

Majlis Perasmian : Masa 2.00 petang

Pengajian 3 : Kitab Ayyuhal Walad Ya Bunaiya Oleh Tuan Guru Hj Fahmi Zam Zam

Masa : 5.15 petang

Pengajian 4 : Kitab Syamail Muhammadiah Oleh al-Habib Syed Ahmad al-Hadi

Masa : 7.40 malam (lepas solat Maghrib)


HARI KEDUA : Khamis 29 Rabiul Awwal 1430H / 26 Mac 2009M


Kuliah Subuh : 6.45 pagi

Pengajian 5 : Kitab Syamail Muhammadiah Oleh al-Habib Syed Ahmad al-Hadi

Masa : 9.00 pagi

Pengajian 6 : Keperibadian Rasulullah s.a.w Penjana Jati Diri Umat
Oleh Ustaz Hj Sahul bin Hamid

Masa : 11.00 pagi


Pengajian 7 : Sirah Nabawiyyah Pedoman Pembinaan Generasi Ulama’ Rabbani
Oleh Ustaz Hj Fadzil

Masa : 2.30 petang

Pengajian 8 : Merungkai Kekeliruan Fahaman Wahabi
Oleh Ustaz Tengku Muhd Fauzi bin Tengku Mahis

Masa : 5.15 petang


Majlis Penutup

Ceramah : Katakan Kecintaanku Hanya Pada Rasulullah s.a.w
Oleh Ustaz Tengku Muhd Fauzi bin Tengku Mahis

Masa : 9.00 malam


Urusetia Program

Sebarang pertanyaan berkaitn majlis ini minta hubungi :

Ustaz Badrul 019-991 7771
Ustaz Rasid 019-915 1568
Ustaz Razlan 013-957 1682
Cikgu Zulkifli 013-909 4267

Thursday, March 12, 2009

بردة المديح المباركة


بردة المديح المباركة
للأمام شرف الدين أبى عبدالله محمد البوصيرى

مدخل
أمنْ تذكر جيرانٍ بذى ســــلمٍ مزجْتَ دمعا جَرَى من مقلةٍ بـــدمِ
أَمْ هبَّتِ الريحُ مِنْ تلقاءِ كاظمـــةٍ وأَومض البرق في الظَّلْماءِ من إِضـمِ
فما لعينيك إن قلت اكْفُفا هَمَتــا وما لقلبك إن قلت استفق يهــــمِ
أيحسب الصبُ أنّ الحب منكتـــمٌ ما بين منسجم منه ومضْطَّــــــرمِ
لولا الهوى لم ترق دمعاً على طـللٍ ولا أرقْتَ لذكر البانِ والعَلــــمِ
فكيف تنكر حباً بعد ما شــهدتْ به عليك عدول الدمع والســــقمِ
وأثبت الوجدُ خطَّيْ عبرةٍ وضــنىً مثل البهار على خديك والعنــــمِ
نعمْ سرى طيفُ منْ أهوى فأرقـني والحب يعترض اللذات بالألــــمِ
يا لائمي في الهوى العذري معذرة مني إليك ولو أنصفت لم تلــــمِ
عَدتْكَ حالِيَ لا سِرِّي بمســـــتترٍ عن الوشاة ولا دائي بمنحســــمِ
محضْتني النصح لكن لست أســمعهُ إن المحب عن العذال في صــممِ
إنى اتهمت نصيحَ الشيب في عذَلٍ والشيبُ أبعدُ في نصح عن التهــمِ

في التحذير من الهوى
فإنَّ أمَارتي بالسوءِ ما أتعظـــتْ من جهلها بنذير الشيب والهـــرمِ
ولا أعدّتْ من الفعل الجميل قـرى ضيفٍ ألمّ برأسي غيرَ محتشـــم
لو كنتُ أعلم أني ما أوقـــرُه كتمتُ سراً بدا لي منه بالكتــمِ
منْ لي بردِّ جماحٍ من غوايتهـــا كما يُردُّ جماحُ الخيلِ باللُّجُــــمِ
فلا ترمْ بالمعاصي كسرَ شهوتهـــا إنَّ الطعام يقوي شهوةَ النَّهـــمِ
والنفسُ كالطفل إن تُهْملهُ شبَّ على حب الرضاعِ وإن تفطمهُ ينفطــمِ
فاصرفْ هواها وحاذر أن تُوَليَــهُ إن الهوى ما تولَّى يُصْمِ أو يَصِـمِ
وراعها وهي في الأعمالِ ســائمةٌ وإنْ هي استحلتِ المرعى فلا تُسِمِ
كمْ حسنتْ لذةً للمرءِ قاتلــةً مـن حيث لم يدرِ أنَّ السم فى الدسـمِ
واخش الدسائس من جوعٍ ومن شبع فرب مخمصةٍ شر من التخـــــمِ
واستفرغ الدمع من عين قد امتلأتْ من المحارم والزمْ حمية النـــدمِ
وخالف النفس والشيطان واعصِهِما وإنْ هما محضاك النصح فاتَّهِـــمِ
ولا تطعْ منهما خصماً ولا حكمـــاً فأنت تعرفُ كيدَ الخصم والحكــمِ
أستغفرُ الله من قولٍ بلا عمــــلٍ لقد نسبتُ به نسلاً لذي عُقـــــُمِ
أمْرتُك الخيرَ لكنْ ما ائتمرْتُ بـه وما اسـتقمتُ فما قولى لك استقـمِ
ولا تزودتُ قبل الموت نافلـــةً ولم أصلِّ سوى فرضٍ ولم اصــــمِ

في مدح النبي صلى الله عليه وسلم
ظلمتُ سنَّةَ منْ أحيا الظلام إلـــى إنِ اشتكتْ قدماه الضرَ من ورمِ
وشدَّ من سغبٍ أحشاءه وطـــوى تحت الحجارة كشْحاً مترف الأدمِ
وراودتْه الجبالُ الشمُ من ذهــبٍ عن نفسه فأراها أيما شــــممِ
وأكدتْ زهده فيها ضرورتُـــه إنَّ الضرورة لا تعدو على العِصَمِ
وكيف تدعو إلى الدنيا ضرورةُ منْ لولاه لم تُخْرجِ الدنيا من العـدمِ
محمد سيد الكونين والثقليــــن والفريقين من عُرْب ومنْ عجــمِ
نبينا الآمرُ الناهي فلا أحــــدٌ أبرَّ في قولِ لا منه ولا نعــــمِ
هو الحبيب الذي ترجى شفاعـته لكل هولٍ من الأهوال مقتحـــمِ
دعا إلى الله فالمستمسكون بــه مستمسكون بحبلٍ غير منفصـــمِ
فاق النبيين في خَلقٍ وفي خُلـُقٍ ولم يدانوه في علمٍ ولا كـــرمِ
وكلهم من رسول الله ملتمـــسٌ غرفاً من البحر أو رشفاً من الديمِ
وواقفون لديه عند حدهــــم من نقطة العلم أو من شكلة الحكمِ
فهو الذي تم معناه وصورتــه ثم اصطفاه حبيباً بارئُ النســـمِ
منزهٌ عن شريكٍ في محاســـنه فجوهر الحسن فيه غير منقســـمِ
دعْ ما ادعتْهُ النصارى في نبيهم واحكم بما شئت مدحاً فيه واحتكم
وانسب إلى ذاته ما شئت من شرف وانسب إلى قدره ما شئت من عظمِ
فإن فضل رسول الله ليس لــــه حدٌّ فيعرب عنه ناطقٌ بفــــــمِ
لو ناسبت قدرَه آياتُه عظمــــاً أحيا اسمُه حين يدعى دارسَ الرممِ
لم يمتحنا بما تعيا العقولُ بـــه حرصاً علينا فلم نرْتبْ ولم نهـــمِ
أعيا الورى فهمُ معناه فليس يُرى في القرب والبعد فيه غير مُنْفحـمِ
كالشمس تظهر للعينين من بعُـدٍ صغيرةً وتُكلُّ الطرفَ من أمَـــمِ
وكيف يُدْرِكُ في الدنيا حقيقتـَه قومٌ نيامٌ تسلوا عنه بالحُلُــــــمِ
فمبلغ العلمِ فيه أنه بشــــــرٌ وأنه خيرُ خلقِ الله كلهــــــمِ
وكلُ آيٍ أتى الرسل الكرام بها فإنما اتصلتْ من نوره بهــــمِ
فإنه شمسُ فضلٍ هم كواكبُهــا يُظْهِرنَ أنوارَها للناس في الظُلـمِ
أكرمْ بخَلْق نبيّ زانه خُلـُـــقٌ بالحسن مشتملٍ بالبشر متَّســـــمِ
كالزهر في ترفٍ والبدر في شرفٍ والبحر في كرمٍ والدهر في هِمَمِ
كانه وهو فردٌ من جلالتــــه في عسكرٍ حين تلقاه وفي حشـمِ
كأنما اللؤلؤ المكنون فى صدفٍ من معْدِنَي منطقٍ منه ومُبْتَســم
لا طيبَ يعدلُ تُرباً ضم أعظُمَـــهُ طوبى لمنتشقٍ منه وملتثـــــم

في مولده صلى الله عليه وسلم
أبان مولدُه عن طيب عنصــره يا طيبَ مبتدأٍ منه ومختتــــمِ
يومٌ تفرَّس فيه الفرس أنهــــمُ قد أُنْذِروا بحلول البؤْس والنقـمِ
وبات إيوان كسرى وهو منصدعٌ كشملِ أصحاب كسرى غير ملتئـمِ
والنار خامدةُ الأنفاسِ من أسـفٍ عليه والنهرُ ساهي العينِ من سدمِ
وساءَ ساوة أنْ غاضت بحيرتُهــا ورُدَّ واردُها بالغيظ حين ظمــي
كأنّ بالنار ما بالماء من بــــلل حزْناً وبالماء ما بالنار من ضَــرمِ
والجنُ تهتفُ والأنوار ساطعــةٌ والحق يظهرُ من معنىً ومن كَلِـمِ
عَمُوا وصمُّوا فإعلانُ البشائر لــمْ تُسمعْ وبارقةُ الإنذار لم تُشــــَمِ
من بعد ما أخبر الأقوامَ كاهِنُهُمْ بأن دينَهم المعوجَّ لم يقـــــمِ
وبعد ما عاينوا في الأفق من شُهُب منقضّةٍ وفق ما في الأرض من صنمِ
حتى غدا عن طريق الوحي منهزمٌ من الشياطين يقفو إثر مُنـــهزمِ
كأنهم هرباً أبطالُ أبرهــــــةٍ أو عسكرٌ بالحَصَى من راحتيه رُمِيِ
نبذاً به بعد تسبيحٍ ببطنهمـــــا نبذَ المسبِّح من أحشاءِ ملتقــــمِ

في معجزاته صلى الله عليه وسلم
جاءتْ لدعوته الأشجارُ ســـاجدةً تمشى إليه على ساقٍ بلا قــــدمِ
كأنَّما سَطَرتْ سطراً لما كتـــبتْ فروعُها من بديعِ الخطِّ في اللّقَـمِ
مثلَ الغمامة أنَّى سار سائــــرةً تقيه حرَّ وطيسٍ للهجير حَــــمِي
أقسمْتُ بالقمر المنشق إنّ لـــه من قلبه نسبةً مبرورة القســــمِ
وما حوى الغار من خير ومن كرمٍ وكلُ طرفٍ من الكفار عنه عـمي
فالصِّدْقُ في الغار والصِّدِّيقُ لم يَرِما وهم يقولون ما بالغـار مــن أرمِ
ظنوا الحمام وظنوا العنكبوت على خير البرية لم تنسُج ولم تحُــــمِ
وقايةُ الله أغنتْ عن مضاعفـــةٍ من الدروع وعن عالٍ من الأطـُمِ
ما سامنى الدهرُ ضيماً واستجرتُ به إلا ونلتُ جواراً منه لم يُضَــــمِ
ولا التمستُ غنى الدارين من يده إلا استلمت الندى من خير مستلمِ
لا تُنكرِ الوحيَ من رؤياهُ إنّ لــه قلباً إذا نامتِ العينان لم يَنَـــم
وذاك حين بلوغٍ من نبوتــــه فليس يُنكرُ فيه حالُ مُحتلــــمِ
تبارك الله ما وحيٌ بمكتسـَــبٍ ولا نبيٌّ على غيبٍ بمتهـــــمِ
كم أبرأت وصِباً باللمس راحتُـه وأطلقتْ أرباً من ربقة اللمـــمِ
وأحيتِ السنةَ الشهباء دعوتـُــه حتى حكتْ غرّةً في الأعصر الدُهُمِ
بعارضٍ جاد أو خِلْتُ البطاحَ بهـا سَيْبٌ من اليمِّ أو سيلٌ من العَـرِمِ

في شرف القرآن
دعْني ووصفيَ آياتٍ له ظهــرتْ ظهورَ نارِ القرى ليلاً على علــمِ
فالدُّرُّ يزداد حسناً وهو منتظــمٌ وليس ينقصُ قدراً غير منتظــمِ
فما تَطاولُ آمالِ المديح إلــــى ما فيه من كرم الأخلاق والشِّيـمِ
آياتُ حق من الرحمن مُحدثـــةٌ قديمةٌ صفةُ الموصوف بالقــدمِ
لم تقترنْ بزمانٍ وهي تُخبرنـــا عن المعادِ وعن عادٍ وعـن إِرَمِ
دامتْ لدينا ففاقت كلَّ معجـزةٍ من النبيين إذ جاءت ولم تــدمِ
محكّماتٌ فما تُبقين من شبـــهٍ لِذى شقاقٍ وما تَبغين من حَكَــمِ
ما حُوربتْ قطُّ إلا عاد من حَـرَبٍ أعدى الأعادي إليها ملْقِيَ السلمِ
ردَّتْ بلاغتُها دعوى معارضَهــا ردَّ الغيورِ يدَ الجاني عن الحُـرَمِ
لها معانٍ كموج البحر في مـددٍ وفوق جوهره في الحسن والقيـمِ
فما تعدُّ ولا تحصى عجائبهــــا ولا تسامُ على الإكثار بالســــأمِ
قرَّتْ بها عين قاريها فقلتُ لــه لقد ظفِرتَ بحبل الله فاعتصـــمِ
إن تتلُها خيفةً من حر نار لظــى أطفأْتَ حر لظى منْ وردِها الشّبِـمِ
كأنها الحوض تبيضُّ الوجوه بـه من العصاة وقد جاؤوه كالحُمَــمِ
وكالصراط وكالميزان معْدلــةً فالقسطُ من غيرها في الناس لم يقمِ
لا تعجبنْ لحسودٍ راح ينكرهـــا تجاهلاً وهو عينُ الحاذق الفهـــمِ
قد تنكر العينُ ضوءَ الشمس من رمد وينكرُ الفمُ طعمَ الماءِ من ســـقمِ

يا خير من يمّم العافون ســـاحتَه سعياً وفوق متون الأينُق الرُّسُـــمِ
ومنْ هو الآيةُ الكبرى لمعتبـــرٍ ومنْ هو النعمةُ العظمى لمغتنـــمِ
سَريْتَ من حرمٍ ليلاً إلى حــــرمِ كما سرى البدرُ في داجٍ من الظلمِ
وبتَّ ترقى إلى أن نلت منزلــةً من قاب قوسين لم تُدركْ ولم تُرَمِ
وقدمتْكَ جميعُ الأنبياء بهـــــا والرسلِ تقديمَ مخدومٍ على خــدمِ
وأنت تخترقُ السبعَ الطباقَ بهــم في موكب كنت فيه صاحب العلمِ
حتى إذا لم تدعْ شأواً لمســتبقٍ من الدنوِّ ولا مرقىً لمُسْـــــتَنمِ
خَفضْتَ كلَّ مقامٍ بالإضـــافة إذ نوديت بالرفْع مثل المفردِ العلــمِ
كيما تفوزَ بوصلٍ أيِّ مســــتترٍ عن العيون وسرٍ أيِّ مكتتـــــمِ
فحزتَ كل فخارٍ غير مشــــتركٍ وجُزْتَ كل مقامٍ غير مزدَحَــــمِ
وجلَّ مقدارُ ما وُلّيتَ من رُتـــبٍ وعزَّ إدراكُ ما أوليتَ من نِعَـــمِ
بشرى لنا معشرَ الإسلام إنّ لنـــا من العناية ركناً غير منهــــدمِ
لما دعا اللهُ داعينا لطاعتـــــه بأكرم الرسل كنا أكرم الأمـــمِ

فى جهاده صلى الله عليه وسلم
راعتْ قلوبَ العدا أنباءُ بعثتــه كنْبأةٍ أجفلتْ غُفْلا من الغَنــــمِ
ما زال يلقاهمُ في كل معتــركٍ حتى حكوا بالقَنا لحماً على وضـمِ
ودُّوا الفرار فكادوا يَغبِطُون به أشلاءَ شالتْ مع العِقْبان والرَّخــمِ
تمضي الليالي ولا يدرون عدَّتَهـا ما لم تكنْ من ليالي الأشهر الحُرُمِ
كأنما الدينُ ضيفٌ حل سـاحتهم بكل قَرْمٍٍ إلى لحم العدا قَـــرِمِ
يَجُرُّ بحرَ خَميسٍ فوقَ ســـابحةٍ يرمى بموجٍ من الأبطال ملتَطِــمِ
من كل منتدب لله محتســـبٍ يسطو بمستأصلٍ للكفر مُصْطلِـــمِ
حتى غدتْ ملةُ الإسلام وهي بهمْ من بعد غُربتها موصولةَ الرَّحِــمِ
مكفولةً أبداً منهمْ بخـــير أبٍ وخير بعْلٍ فلم تيتمْ ولم تَئِــــمِ
همُ الجبال فسلْ عنهم مصادمهـم ماذا رأى منهمُ في كل مصطدمِ
وسلْ حُنيناً وسل بدراً وسل أُحداً فصولُ حتفٍ لهم أدهى من الوخمِ
المُصْدِرِي البيضِ حُمراً بعد ما وردتْ منَ العدا كلَّ مسودٍّ من اللِمَــمِ
والكاتِبِينَ بسُمْرِ الخَط ما تركتْ أقلامُهمْ حَرْفَ جسمٍ غيرَ مُنْعَجِــمِ
شاكي السلاحِ لهم سيما تميزُهـمْ والوردُ يمتازُ بالسيما عن السَّــلَمِ
تُهْدى إليك رياحُ النصرِ نشْرهـمُ فتَحسبُ الزهرَ في الأكمام كل كمِى
كأنهمْ في ظهور الخيل نَبْتُ رُباً منْ شِدّة الحَزْمِ لا من شدّة الحُـزُمِ
طارتْ قلوبُ العدا من بأسهمْ فَرقاً فما تُفرِّقُ بين الْبَهْمِ وألْبُهــــُمِ
ومن تكنْ برسول الله نُصـــرتُه إن تلقَهُ الأسدُ فى آجامها تجــمِ
ولن ترى من وليٍ غير منتصــرٍ به ولا من عدوّ غير منقصــــمِ
أحلَّ أمتَه في حرْز ملَّتـــــه كالليث حلَّ مع الأشبال في أجَــمِ
كم جدَّلتْ كلماتُ الله من جدلٍ فيه وكمْ خَصَمَ البرهانُ من خَصِـمِ
كفاك بالعلم في الأُمِّيِّ مُعجــزةً في الجاهلية والتأديب في اليُتُمِ

في التوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم
خدْمتُه بمديحٍ استقيلُ به ذنوبَ عمرٍ مضى في الشعر والخِــدَمِ
إذْ قلّدانيَ ما تُخْشي عواقبُــه كأنَّني بهما هدْيٌ من النَّعَـــمِ
أطعتُ غيَّ الصبا في الحالتين وما حصلتُ إلاّ على الآثام والنـــدمِ
فياخسارةَ نفسٍ في تجارتهـــا لم تشترِ الدين بالدنيا ولم تَسُــمِ
ومن يبعْ آجلاً منه بعاجلــــهِ يَبِنْ له الْغَبْنُ في بيعٍ وفي سَـلمِ
إنْ آتِ ذنباً فما عهدي بمنتقض من النبي ولا حبلي بمنصـــرمِ
فإنّ لي ذمةً منه بتســــميتي محمداً وهو أوفى الخلق بالذِمـمِ
إن لّم يكن في معادي آخذاً بيدى فضلاً وإلا فقلْ يا زلةَ القــــدمِ
حاشاه أن يحرمَ الراجي مكارمَـه أو يرجعَ الجارُ منه غير محتــرمِ
ومنذُ ألزمتُ أفكاري مدائحــه وجدتُهُ لخلاصي خيرَ مُلتــــزِمِ
ولن يفوتَ الغنى منه يداً تَرِبـتْ إنّ الحيا يُنْبِتُ الأزهارَ في الأكَمِ
ولمْ أردْ زهرةَ الدنيا التي اقتطفتْ يدا زُهيرٍ بما أثنى على هَـــرمِ

في المناجاة وعرض الحاجات
يا أكرمَ الخلق ما لي منْ ألوذُ بـه سواك عند حلول الحادث العَـمِمِ
ولن يضيق رسولَ الله جاهُك بــي إذا الكريمُ تجلَّى باسم منتقـــمِ
فإنّ من جودك الدنيا وضرّتَهــا ومن علومك علمَ اللوحِ والقلـــمِ
يا نفسُ لا تقنطي من زلةٍ عظمــتْ إنّ الكبائرَ في الغفران كاللــممِ
لعلّ رحمةَ ربي حين يقســــمها تأتي على حسب العصيان في القِسمِ
يارب واجعلْ رجائي غير منعكِـسٍ لديك واجعل حسابي غير منخــرمِ
والطفْ بعبدك في الدارين إن له صبراً متى تدعُهُ الأهوالُ ينهــزمِ
وائذنْ لسُحب صلاةٍ منك دائمــةٍ على النبي بمُنْهَلٍّ ومُنْسَــــــجِمِ
ما رنّحتْ عذباتِ البان ريحُ صــباً وأطرب العيسَ حادي العيسِ بالنغمِ
ثم الرضا عن أبي بكرٍ وعن عمـرٍ وعن عليٍ وعن عثمانَ ذي الكـرمِ
والآلِ وَالصَّحْبِ ثمَّ التَّابعينَ فهُــمْ أهل التقى والنَّقا والحِلمِ والكـرمِ
يا ربِّ بالمصطفى بلِّغْ مقاصـدنا واغفرْ لنا ما مضى يا واسع الكـرم
واغفر إلهى لكل المسلمين بمــا يتلوه فى المسجد الأقصى وفى الحرم
وبجاه من بيْتُهُ فى طيبة حــرمٌ وإسمُهُ قسمٌ من أعظــم القســم
وهذه بردةُ المختار قد خُتمـتْ والحمد لله في بدإٍ وفى ختــــم
أبياتها قدْ أتتْ ستينَ معْ مائـةٍ فرّجْ بها كربنا يا واسع الكـــرم

Maulid Baranji & Bulan Kelahiran Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W..


Mawlid Barzanji telah masyhur di rantau sebelah kita. Amalan membacanya telah menjadi tradisi masyarakat kita di alam Melayu ini. Ketibaan bulan kelahiran Junjungan Nabi s.a.w. memeriahkan lagi majlis-majlis pembacaan kitab Mawlid Barzanji dan alhamdulillah ianya masih berkekalan sehingga ke saat ini, walaupun dikecam dan disesatkan oleh puak kaum mudah. Sungguh mengherankan bila membaca kitab sirah yang sarat dengan mahabbatur rasul, tiba-tiba hendak diharamkan sebab kononnya bid`ah, kononnya ada unsur pengagungan yang berlebihan, kononnya ada syirik, sedangkan apa yang didakwa syirik dan berlebihan itu hanyalah kesalahan mereka dalam memahami kata-kata Imam al-Barzanji akibat kail mereka yang hanya sejengkal untuk menduga lautan dalam ...Allahu ... Allah. Syukurlah, amalan bermawlid, bermarhaban dan membaca Barzanji telah mendapat sokongan dan dokongan para ulama kita antaranya seperti di Sarawak ini oleh almarhum Shohibus Samahah Datuk Haji Abdul Kadir Hassan. Datuk Kadir Hassan dalam fatwanya menyatakan:-

Soalan:-
Apa pandangan Islam terhadap zikir marhaban seperti diamalkan masyarakat Islam pada hari ini ?

Jawapan:-
Pada hakikatnya adalah merupakan sebagai puji-pujian dan mengucap salawat dan salam kepada Junjungan s.a.w.

Berdiri ketika sampai kepada bacaan Nabi dilahirkan lalu membawa "Marhaban Jaddal Husaini", "Ashraqal Badru 'Alaina" dan lain-lain seterusnya sebagai menghormati Nabi Muhammad s.a.w. adalah amalan-amalan yang baik dan tiada sekali-kali terlarang di dalam syarak, asal jangan berubah kalimat-kalimatnya yang boleh merosak makna.

Sayyid Zaini Dahlan, Mufti Besar Imam Syafiee di Mekah (wafat 1304H) berpendapat bahawa mengadakan Maulud Nabi dengan membaca kisah-kisah baginda dan berdiri dan membesarkan Nabi s.a.w. adalah suatu hal yang baik. Dan telah mengerja seperti itu banyak dari ulama-ulama yang menjadi ikutan Ummah. (I`anatuth Tholibin, Juz III halaman 363).

Imam Taqiyuddin as-Subki, seorang ulama yang terbesar dalam Mazhab asy-Syafiee (wafat tahun 657H) juga berpendapat bahawa berdiri ketika mendengar kisah Nabi dilahirkan adalah suatu pekerjaan yang baik demi menghormati Nabi.

Pendeknya tiadalah diragu-ragukan bahawa mengadakan Zikir Marhaban seperti yang berlaku di dalam masyarakat kita tiadalah sekali-kali tertegah dalam syarak malah ianya adalah termasuk di dalam pekerjaan yang baik.

Selain almarhum Mufti Sarawak tersebut, Shohibus Samahah Datuk Haji Mohd. Yunus bin Mohd Yatim, mufti ke-3 Negeri Melaka, turut mendokong amalan Barzanji. Beliau menyatakan:-

Soalan:
Apakah hukumnya membaca barzanji yang diamalkan di negeri ini? Ada yang mengatakan baik kerana mengingati sejarah Rasulullah, juga memuliakan Rasulullah.

Jawapan:
Adalah dimaklumkan bahawa bacaan barzanji telah menjadi satu tradisi keagamaan bagi masyarakat Islam di sebelah sini dan ia adalah dianggap salah satu cabang kebudayaan Islam. Kitab barzanji yang dibaca itu mengandungi sejarah hidup Rasulullah (Sirah Nabawiyyah) selain daripada puji-pujian bagi Rasul junjungan alam. Membacanya dapat pahala dengan niat hendak mengetahui sejarah hidup Rasulullah yang mana percaya kepada Rasul salah satu Rukun Iman. Orang Islam hendaklah mengetahui Rasulullah, ayahanda dan bonda juga anak-anaknya walaupun kebanyakan umat Islam di negeri ini yang membaca barzanji tidak faham ertinya tetapi bacaan-bacaan mereka betul dan tidak lari dari ayat-ayat yang berkenaan. Oleh itu, membaca barzanji diberi pahala kepada yang membacanya kerana ada kaitan dengan sejarah Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam dan memuliakan Rasul utusan Allah itu, sebagaimana firman Allah yang bermaksud: “Sesungguhnya Allah dan para mala’ikat-Nya mengucap salawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah salawat dan salam ke atasnya.”

Oleh itu, wahai ikhwah, janganlah terpedaya dengan kata-kata kaum yang suka bermudah-mudah dalam urusan agama ini. Dalam bab makan-minum tak mau pulak mereka nak bermudah-mudah, semua nak sodap, nak nyaman, bila masuk bab agama, senang je lidah tak bertulang mereka mengeluarkan - "tak pa Islam itu mudah". Ungkapan yang benar tetapi yang dikehendaki mereka dengannya adalah kebatilan. Moga Allah memberi mereka hidayah atau memusnahkan mereka agar padam fitnah yang menimpa umat beragama. Selamat Menyambut Mawlidur Rasul s.a.w., meriahkanlah sambutannya walau karihal Wahhabiyyun.


dipetik dari Bahrusshofa

12 Rabi'ul Awwal Menurut Ulama Muktabar..

Menurut Imam Ibnu Hibban- al Hafiz Abu Hatim,
Muhammad bin Ahmad binHibban-
wafat 354 h
dalam kitab

كتاب السيرة النبوية وأخبار الخلفاء

ابن حبان

ذكر مولد رسول الله صلى الله عليه و سلم
أخبرنا أحمد بن الحسن بن عبد الجبار الصوفي ببغداد ثنا يحيى بن معين ثنا حجاج بن محمد عن يونس بن أبي إسحاق عن سعيد ابن جبير عن ابن عباس قال : ولد رسول الله صلى الله عليه و سلم عام الفيل .

قال أبو حاتم : ولد النبي صلى الله عليه و سلم عام الفيل يوم الإثنين لاثنتي عشرة ليلة مضت من شهر ربيع الأول في اليوم الذي بعث الله طيراً أبابيل على أصحاب الفيل ،

Berkata Abu Hatim : Telah dilahirkan Nabi S.A.W pada tahun Gajah ,pada HARI ISNIN, 12 RABI'UL AWWAL iaitu pada hari yang Allah utuskan burung Ababil ke atas Ashabil Fil

و كان من شأن الفيل أن ملكاً كان باليمن غلب عليها و كان أصله من الحبشة يقال له أبرهة بنى كنيسة بصنعاء فسماها القليس و زعم أنه يصرف إليها حج العرب ، و حلف أنه يسير إلى الكعبة فيهدمها ، فخرج ملك ، من ملوك حمير فيمن أطاعه من قومه يقال له [ ذو نفر ] فقاتله ، فهزمه أبرهة و أخذه ، فلما أتى به قال له ذو نفر : أيها الملك ! لا تقتلني فإن استبقائي خير لك من قتلي ، فاستبقاه ، و أوثقه ثم خرج ثائراً يريد الكعبة ، حتى إذا دنا من بلاد خثعم خرج إليه النفيل بن حبيب الخثعمي و من اجتمع إليه من قبائل اليمن فقاتلوه ، فهزمهم و أخذ النفيل ، فقال النفيل : أيها الملك ! إني عالم بأرض العرب فلا تقتلني و هاتان يداي على قومي بالسمع و الطاعة ، فاستبقاه و خرج معه يدله ، حتى إذا بلغ الطائف خرج معه مسعود بن معتب في رجال من ثقيف فقال : أيها الملك ! نحن عبيد لك ليس لك عندنا خلاف ، و ليس بيتنا و بيتك الذي تريد ـ يعنون ـ اللات إنما تريد البيت الذي بمكة ، نحن نبعث معك من يدلك عليه ، فبعثوا معه مولى لهم يقال له [ أبو رغال ] فخرج معهم حتى إذا كان بالمغمس مات [ أبو رغال ] وهو الذي رجم قبره ، و بعث أبرهة من المغمس رجلاً يقال له الأسود بن مقصود على مقدمة خيله
،فجمع إليه أهل الحرم ، و أصاب لعبد المطلب مائتي بعير بالأراك ، ثم بعث أبرهة حناطة الحميري إلى أهل مكة فقال : سل عن شريفها ثم أبلغه أني لم آت لقتال ، إنما جئت لأهدم هذا البيت ، فانطلق حناطة حتى دخل مكة ، فلقي عبد المطلب بن هاشم فقال: إن الملك أرسلني إليك ليخبرك أنه لم يأتي لقتال إلا أن تقاتلوه ، إنما جاء لهدم هذا البيت ثم الانصراف عنكم ، فقال عبد المطلب ما عندنا له قتال ، فقال : سنخلي بينه و بين البيت ، فإن خلى الله بينه و بينه فو الله ما لنا به قوة ! قال : فانطلق معي إليه ، قال : فخرج معه حتى قدم المعسكر و كان [ ذو نفر] صديقاً لعبد المطلب فأتاه فقال : يا ذا نفر ! هل غندكم من غناء فيما نزل بنا ؟ فقال : ما غناء رجل أسير لا يأمن أن يقتل بكرة و عشية ، و لكن سأبعث لك إلى أنيس سائس الفيل فأمره أن يضع لك عند الملك ما استطاع من خير و يعظم خطرك و منزلتك عنده ، قال : فأرسل إلى أنيس فأتاه ، فقال : إن هذا سيد قريش ، صاحب عين مكة الذي يطعم الناس في السهل و الوحوش في الجبال و قد أصاب له الملك مائتي بعير ، فإن استطعت أن تنفعه عنده فانفعه فإنه صديق لي ، فدخل أنيس على أبرهة فقال : أيها الملك ! هذا سيد قريش و صاحب عين الكعبة الذي يطعم الناس في السهل و الوحوش في الجبال يستأذن عليك و أنا أحب أن تأذن له ، فقد جاءك غير ناصب لك و لا مخالف عليك . فأذن له ، و كان عبد المطلب رجلاً عظيماً جسيماً وسيما ، فلما رآه أبرهة عظمه و أكرمه و كره أن يجلس معه على سريره و أن يجلس تحته ، فهبط إلى البساط فجلس عليه معه ، فقال له عبد المطلب : أيها الملك إنك قد أصبت لي مالاً عظيماً فأردده علي ، فقال له : لقد كنت أعجبتني حين رأيتك و لقد زهدت فيك ، قال : و لم ؟ قال : جئت إلى بيت هو دينك و دين آبائك و عصمتكم و منعتكم لأهدمه فلم تكلمني فيه و تكلمني في مائتي بعير أصبتها لك ! قال : أنا رب هذه الإبل ، و لهذا البيت رب سيمنعه ! قال : ما كان ليمنعه مني ! قال : فأنت و ذاك ! قال : فأمر بإبله فردت عليه ، ثم خرج عبد المطلب و أخبر قريشاً الخبر و أمرهم أن يتفرقوا في الشعاب ، و أصبح أبرهة بالمغمس قد تهيأ للدخول و عبى جيشه و قرب فيله و حمل عليه ما أراد أن يحمل و هو قائم ، فلما حركه وقف و كاد أن يرزم إلى الأرض فيبرك ، فضربوه بالمعول في رأسه فأبى ، فأدخلوا محاجنهم تحت أقرانه و مرافقه فأبى ، فوجهوه إلى اليمن فهرول ، فصرفوه إلى الحرم فوقف ، و لحق الفيل بجبل من تلك الجبال ، فأرسل الله الطير من البحر كالبلسان مع كل طير ثلاثة أحجار : حجران في رجليه و حجر في منقاره ، و يحملن أمثال الحمص و العدس من الحجارة ، فإذا غشين القوم أرسلنها عليهم ، فلم تصب تلك الحجارة أحد إلا هلك ، و ليس كل القوم أصاب فذلك قول الله تعالى ألم تر كيف فعل ربك بأصحاب الفيل السورة كلها ، و بعث الله على أبرهة داء في جسده ، و رجعوا سراعاً يتساقطون في كل بلد ، و جعل أبرهة تتساقط أنامله ، كلما سقطت أنملة اتبعها مدة من قيح و دم فانتهى إلى اليمن و هو مثل فرخ الطير فيمن بقي من أصحابه ثم مات ، فلما هلك استخلف ابنه يكسوم بن أبرهة فهذا ما كان من شأن الفيل ، و سميت هذه السنة [ سنة الفيل] .

Wednesday, March 4, 2009

Berita yang tidak dikeluarkan oleh TV3

Monday, March 2, 2009

Pengisytiharan Ulama bantah PPSMI

PENDANG, KEDAH, 2 Mac (Hrkh) - 'Pengisytiharan Muafakat Ulama Membela Martabat Melayu' yang diadakan di Madrasah An-Nur, Pendang, dekat sini baru-baru ini membuktikan bahawa golongan ulama juga turut membantah isu Pengajaran dan Pembelajaran Sains dan Matematik dalam bahasa Inggeris (PPSMI) yang dilancar sejak tahun 2002. Berikut adalah teks penuh Pengisytiharan tersebut:-
Segala puji hanya untuk Allah Rabbul 'Alamin, Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajar Al-Quran, Dia menciptakan insan, mengajarnya al bayan, Dia cipta semua dengan segala aturannya agar insan tidak merosakkan keseimbangan, supaya ditegakkan kesimbangan itu dengan adil dan tidak mengurangi keseimbangan yang telah disusun dengan peraturanNya.

Selawat dan salam untuk junjungan kekasihNya Rasulullah s.a.w serta ahli keluarga baginda dan seluruh sahabatnya, yang menjadi qudwah hasanah untuk seluruh insan, membawa rahmat untuk sekalian alam, membawa petunjuk dari zulamat kepada nur yang menerangkan, membebaskan perhambaan insan kepada makhluk kepada pengabdiaan hanya kepada Allah, yang mengangkat semua kaum dari Zillah kepada kekecemerlangan 'Izzah Islam.

Memahami bahawa bahasa mempunyai kaitan langsung dengan persoalan falsafah dan pegangan hidup seseorang Muslim,

Memahami bahawa dengan pemisahan agama dari bahasa akan membawa implikasi besar kepada kaum Muslimin dari sudut pandangan hidup Islam yang berasaskan Tauhid,

Menginsafi bahawa kepentingan penggunaan bahasa dalam Islam ada kaitan dengan makna yang boleh memberi kesan kepada nilai dan prinsip asas dalam kehidupan seseorang Muslim,

Meneliti bahawa fungsi bahasa sangat jelas kepentingan dan kedudukannya dalam pengembangan dan penyampaian risalah Islam,

Menginsafi betapa sekularisasi bahasa akan membawa kepada sekularisasi kehidupan kaum Muslimin, lantaran terpisahnya seorang Muslim dari bahasa yang mendidik konsep dan falsafah kehidupan beraqidah akan melunturkan kerangka berfikirnya terhadap tassawur Islam yang benar dan murni,

Menghayati betapa bahasa Melayu telah melalui sejarah Islamisasi yang tersendiri sejak kedatangan Islam di alam Melayu, oleh kerana itu ia telah menjadi bahasa yang terpileh untuk membentuk pegangan hidup Islam dikalangan ratusan juta kaum Melayu di nusantara ini,

Menerima bahawa Bahasa Melayu mempunyai kedudukan yang istimewa dalam Perkara 152 Perlembagaan Persekutuan sebagai bahasa Kebangsaan Negara ini,

Mengambil perhatian serius bahawa perlaksanaan PPSMI (Pengajaran dan Pembelajaran Sains dan Matematik dalam Bahasa Inggeris) sejak tahun 2002 , telah menjejaskan status dan kedudukan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dalam sistem pendidikan Negara,

Menyesali bahawa PPSMI telah dilaksanakan dengan secara tergesa-gesa tanpa penelitian yang lebih terperinci dan tanpa mengambil pandangan balas dari ahli cendekiawan dan ilmuan Islam,

Memandang serius bahawa perlaksanaan PPSMI telah memberi kesan negatif dalam jangka masa pendek mahupun dalam jangka masa panjang kepada tahap prestasi pelajar-pelajar di kawasan luar Bandar,

Memberi perhatian berat kepada perlaksanaan PPSMI yang telah mengenepikan segala usaha menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ilmu yang berkeupayaan tinggi untuk mendidik anak bangsa khasnya dan warga Negara amnya,

Memahami bahawa perlaksanaan PPSMI oleh pihak kerajaan khususnya Kementerian Pelajaran tidak mengambilkira segala hujah ilmiah berdasarkan undang-undang, sejarah, kesan sosio-budaya, pembinaan jati-diri dan tamadun bangsa, yang telah dibentang oleh pelbagai ahli pakar dan ahli akademik dalam Negara,

Mengesahkan bahawa beragama Islam dan bertutur dalam bahasa Melayu ada kaitan dengan ta'rif seorang Melayu mengikut Perkara 160 Perlembagaan Persekutuan dan ini bermakna keserasian Bahasa Melayu dengan KeIslaman bangsa Melayu tidak dapat dipisahkan,

Maka kami sebagai golongan agama yang prihatin terhadap sebarang hal-ehwal yang ada kaitan dengan kedudukan Islam dan kaum Muslimin di Negara ini, berpendirian,

1.MENOLAK perlaksanaan PPSMI dalam sistem pendidikan Negara,

2.MEMBANTAH penerusan perlaksanaan PPSMI kerana ia menjejaskan kedudukan bahasa Melayu yang sudah diangkat martabatnya sebagai bahasa ilmu dan sekaligus bahasa Islam,

3.MENEGASKAN bahawa dalil agama untuk mengembalikan pengajaran sains dan Matematik kepada bahasa Melayu sangat kuat kami sandarkan kepada nas-nas naqli berikut:

-Menggunakan bahasa yang dapat menerangkan dan memahamkan konsep dan falsafah kebenaran adalah matlamat utama kenapa Al-Quran menggunakan bahasa ibunda Arab sebagai pengantar untuk menjelaskan makna dan intisari ajaran Islam kepada bangsa Arab.

"Dan demikianlah Kami wahyukan Al Quran kepadamu dalam bahasa Arab , agar engkau memberi peringatan kepada penduduk ibukota (Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya serta memberi peringatan tentang Hari berkumpul (Qiamat) yang tidak diragukan adanya . Segolongan masuk syurga dan segolongan masuk neraka ". (Asy-Syura: 7)

-Bahawa bahasa yang tidak tercemar dengan makna dan faham yang terlepas dari konsep ketauhidan Allah dan membolehkan mesej asas Islam mengenai Ketuhanan disampaikan adalah punca kenapa Al Quran memileh bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Lantaran itu Bahasa Melayu yang telah sarat melalui proses Islamisasi adalah bahasa yang paling wajar dijadikan bahasa pengantar dalam sistem pendidikan Negara untuk menjayakan proses pembinaan tamadun islam dalam masyarakat Malaysia.

"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran berbahasa Arab , agar kamu mengerti" (Surah Yusuf: 2)

"Dan demikian Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab dan Kami telah menjelaskan berulang-ulang didalamnya sebahagian dari ancaman agar mereka bertaqwa atau agar (Al Quran) itu memberi pengajaran bagi mereka"(Surah Toha: 113)

"Dan sungguh te;lah Kami buatkan dalam Al Quran ini segala macam perumpamaan bagi manusia agar mereka dapat pengajaran, iaitu Al Quran dalam bahasa Arab, tiada ada kebengkokan (di dalamnya) agar mereka bertaqwa" (Surah Az Zumar :27- 28)

"(Al Quran ini) diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pengasih , Maha Penyayang , Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui" (Surah Fussilat : 2-3)

"Demi kitab (Al quran) yang jelas . Kami jadikan Al Quran dalam bahasa arab agar kamu mengerti� (Surah Al Zukh�ruf :3)
Semua ayat-ayat ini menjelaskan betapa bahasa ada kaitan dengan mesej risalah Islam yang disampaikan kepada manusia.

Manakala bahasa Melayu yang sarat dengan konsep Islam dari Al Quran diketepikan penggunaannya dalam pengembangan ilmu ,maka kesan sekularisasi bahasa yang telah berlaku dalam sejarah pengembangan bahasa inggeris yang sangat dipengaruhi oleh sejarah sekularisasi agama Kristian akan mempunyai impak kepada masyarakat Melayu islam di Negara ini.

4.MENDESAK supaya perlaksanaan PPSMI hendaklah diberhentikan dan penggunaan bahasa Melayu kembali digunakan sebagai bahasa pengantar dalam semua matapelajaran kecuali dalam pengajaran bahasa yang lain , di seluruh institusi pendidikan di semua peringkat .

5.MENUNTUT agar kerajaan mengekalkan bahasa Melayu sebagai bahasa ilmu untuk membentuk tamadun tinggi dalam masyarakat, sementara memberi ruang untuk pelajar mempelajari pelbagai bahasa lain untuk meningkatkan keupayaan menguasai pelbagai ilmu dari sumber bahasa yang lain,

6.MENDESAK agar tulisan jawi kembali diperkasakan dalam sistem pendidikan Negara termasuk mengalakkan urusan rasmi menggunakan tulisan jawi sebagai identiti negara,

7.MENEGASKAN bahawa pengajaran bahasa Inggeris perlu dipertingkatkan kaedah dan pendekatannya, namun bukan dengan cara mengenepikan bahasa Melayu sebagai pengantar matapelajaran seperti yang dilaksanakan dalam PPSMI masakini,

8.MENGGESA supaya penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar hendaklah diperundangkan dan dikuatkuasakan dalam semua sektor Negara semada awam mahupun swasta.

9.MENEGASKAN bahawa pihak kerajaan khususnya Kementerian Pelajaran tidak boleh berdaleh dengan alasan pencapaiaan UPSR , PMR mahupun SPM untuk menjadi asas untuk meneruskan atau memberhentikan perlaksanaan PPSMI,

10.MENDESAK supaya pihak kerajaan tidak menggunakan dalil mencapai kemajuan bertaraf dunia sebagai alasan untuk meneruskan PPSMI kerana hujah ini sudah muktamad ditolak oleh perbandingan dan bukti dengan pelbagai Negara lain yang tidak mengutamakan bahasa Inggeris untuk mencapai kemajuan sesuata bangsa dan Negara.

11.MENGESA agar seluruh warga pendidik dan waris pelajar-pelajar disemua institusi pendidikan Negara agar bersama bersatu untuk membantah perlaksanaan PPSMI. -azm